Oleh DASAM SYAMSUDIN
Mendekati hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi pemuda, mestinya kita merenung. 28 Oktober 1928 adalah moment historis bagi para pemuda dalam merumuskan kesatuan dan persatuan, sehingga mampu memodali diri untuk terus mengusir penjajah yang selama ratusan tahun bercokol di negara kita. Cipratan darah di dinding-dinding bangunan tua Surabaya menjadi saksi atas pengorbanan para pemuda, yang gagah berani mengusir penjajah dari tanah air Indonesia.
Namun, sekarang rupanya momen bersejarah itu hanya ingatan tekstual yang terlampir pada lembaran buku–buku sejarah bangsa. Pemuda masa kini, yang hidup di tengah arus globalisasi banyak yang tidak bertahan dan hanyut terbawa arus gaya hidup amoral. Hidup ala cowboy atau kebarat-baratan akrab dengan kehidupan para pemuda. Rasa gengsi dengan budaya lokal, bangga dengan budaya luar adalah cikal bakal lahirnya pemuda yang kurang respek dengan agama dan sejuta kearifan lokal bangsanya.
Jika dulu (prakemerdekaan) para pemuda memegang senjata dengan kekhawatiran negara yang dicintainya dicuri bangsa lain. Kini, pemuda tidak mempunyai pegangan apa-apa. Pendidikan sebagai asas pencetak karakter juga, bagi sebagian pemuda hanyalah formalitas, bukan urgensi kehidupan. Tingkat pendidikan Indonesia memang meningkat jika dibandingkan dengan zaman dulu, apalagi zaman penjajahan. Akan tetapi, kepintaran kaum muda saat ini, tidak dibarengi ketangguhan moral yang seharusnya terus meningkat.
Rapuh pijakan
Dekadensi moral pemuda, sebagai anak bangsa adalah dampak dari tidak adanya pijakan terhadap nilai-nilai yang sarat teladan. Mengonsumsi narkoba dan miras menjadi hal yang biasa menurut sebagian kalangan pemuda. Mereka menganggap bahwa hal itu hanya keisengan semata. Pesta seks dan narkoba sering terngiang di telinga. Bahkan, hampir setiap hari, media melaporkan kejahatan yang dilakukan pemuda amoral. Misalnya, kasus pemuda yang meninggal akibat menenggak minuman yang haram di daerah Indramayu.
Minuman keras dan narkoba telah mempengaruhi dan meracuni para pemuda sehingga masa depan mereka terkikis habis. Bukan hanya narkoba dan miras saja yang menjadi indikator demoralisasi. Tidak kalah berbahayanya adalah freesex. Kebebasan seks juga merajalela di kalangan pemuda. Penganut seks bebas merasa hal itu tidak salah dan wajar. Parahnya lagi, mereka tidak menyadari bahwa dibalik perilaku itu akan menyebabkan mereka rawan terkena AIDS dan penyakit lainnya.
Hidup modern yang dianut pemuda Indonesia, tidak dilandasi dengan nilai moral dan cenderung mengadopsi budaya negatif modernitas, menjerumuskannya ke lembah degradasi laku, di mana tidak akan ditemui lagi masa depan yang cerah. Pemuda yang tidak bisa menyaring budaya Barat dan arus modernitas akan menyebabkan dua arus itu sebagai ancaman bagi masa depannya. Padahal jika ia mampu memaknai modernitas, pasti ia akan menemukan kebaikan-kebaikan yang dikandungnya.
Ancaman demoralisasi pemuda terus menerus melanda bangsa ini. Pornoaksi dan pornografi seringkali menjadi tontonan umum, bahkan tuntunan. Efek yang ditimbulkan dari pornoaksi dan pornografi adalah lahirnya paham seks bebas. Televisi, internet, dan CD/DVD forno menayangkannya seolah tuntutan pasar. Sehingga, dampaknya pada pemuda, mereka banyak yang mengikuti gaya hidup tersebut. Tayangan gaya hidup negatif Barat terus menerus menyeret pemuda ke kandang modernitas dan mengikatnya, hingga mereka berkiblat pada laku lampah Barat yang tak beradab. Inilah racun yang sangat ditakuti mendegradasi kepribadian generasi muda bangsa ini.
Tayangan-tayangan film yang kurang bermoral seharusnya jangan diputar pada jam-jam di mana banyak orang suka menonton TV. Hal ini dikhawatirkan terekam oleh anak kecil dan dipraktikannya dalam kehidupan nyata. Seandainya terus dibiarkan, dekadensi moral akan mendera kalangan muda dan mengikis eksistensi kader bangsa yang berkualitas. Akibatnya, jika pejabat dicetak dari seorang pemuda yang akhlaknya bobrok, pejabatnya rusak dan sistem pemerintahan pun semrawut karena dipimpin orang yang tidak bermoral.
Pemuda semestinya
Ancaman demoralisasi adalah permasalahan bangsa yang sangat menakutkan dan sangat berbahaya. Jika hal ini terus-menerus dibiarkan, maka akan mengakar di diri tiap pemuda, bahkan seluruh lapisan masyarakat akan terkena dampak krisis moral ini. Kelalaian dan keteledoran bangsa Indonesia dalam menjaring setiap budaya yang masuk ke negara ini, melahirkan dampak yang negatif dan merusak. Westernisasi yang dibiarkan, lama–kelamaan akan menghapus kebudayaan lokal yang penuh dengan kearifan hidup.
Jika ancaman demoralisasi tidak disikapi dengan serius, kita tidak akan jadi bangsa yang maju, tidak akan ada yang berteriak “merdeka” untuk membela tanah air ini. Mungkin korban pemuda yang mati karena minuman keras, narkoba, AIDS atau lainnya akan jadi pemandangan yang mengerikan setiap hari. Maka, media sebagai alat informasi selayaknya menayangkan hal-hal yang memotivasi, setidaknya kritis moralis atau kritis konstruktif demi membangkitkan gairah pemuda. Menyadarkannya bahwa “Bangsa Indonesia membutuhkan pemuda yang bermoral, bahkan mereka adalah harapan Bangsa”.
Last not but least, sudah saatnya, kita membangun masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai budaya lokal. Bukankah, pemuda adalah generasi bangsa, penerus bangsa, pemertahan kibaran Sang Merah Putih di langit yang biru? Bahkan Presiden Pertama RI, Soekarno berteriak, “Berikan aku satu pemuda maka akan aku guncang Indonesia, berikan aku sepuluh orang pemuda maka akan aku guncang dunia.”.
subhanallaoh akhi luar biasa
BalasHapus