"Terimakasih Atas Kunjungannya, Semoga Anda Banyak Rezeki, Banyak Anak, Dan Masuk Surga. SALAM CINTA"

Jaipongan di Mata Masyarakat Jawa Barat


Oleh DASAM SYAMSUDIN

Jaipongan adalah salah satu kesenian masyarakat sunda di Jawa Barat. Ciri khas kesenian ini adalah dari penarinya, kata Jaipong sendiri diambil dari gaya tari sang sinden, yaitu tari Jaipong. Sinden menari diatas panggung dengan menggunakan pakaian kebaya sebagai ciri khas pakaian adat Jawa Barat. Tarian “sinden” (baca: artis) jaipong, tidak seperti tarian penyanyi dangdut, yang kadang kala tariannya di isi dengan goyangan “ekstrem”. Disamping tarian, karena jaipong seni musik urang sunda, maka dalam menyanyikan lagunya dilantunkan dengan menggunakan bahasa sunda. Juga alat musik jaipong pun masih bersifat tradisional sepertii kendang, rebab, calung, gong, kenongan, kecrek, dan lain sebagainya.


Dulu, kesenian ini sangat populer dikalangan masyaraat Jawa Barat. Pasalnya, kesenian ini sangat digemari oleh masyarakat kerajaan yang berada di daerah Jawa barat, khususnya di daerah sunda. Bukti tentang kepopuleran jaipongan bisa kita saksikan dari film-film yang bertemakan kerajaan Sunda yang berada di Jawa Barat. Jika kerajaan mengadakan pesta, baik itu syukuran atau pesta pernikahan, jaiponganlah yang akan menghibur raja dan rakyatnya. Disamping itu, pakaian kebaya, ciri khas pakaian jawa Barat adalah pakaian yang selalu dikenakan oleh para sinden (Baca: penyanyi Jaipong).

Kesenian Jaipong sampai sekarang masih bisa kita saksikan pada daerah-daerah yang ada di Jawa Bara kendati sudah agak menurun. Misalnya, Bandung, Sumedang, Indramayu daerah sundanya. Cikarang, Karawang, Subang, dan daerah lainnya. Pergelaran seni Jaipong Pada daerah tersebut, biasanya selalu digelar apabila ada acara walimatunikah (pesta pernikahan), khitanan (Sudatan anak laki-laki atau perempuan), atau pesta lainya seperti peringatan hari kemerdekaan dan lain sebagainya.

Beralih pandangan

Menghadapai era modern, nampaknya kesenian khas Jawa Barat ini menghadapi tantangan kultur yang sulit di hindari. Tentunya kultur atau budaya tersebut masih bertemakan seni suara atau tari. Budaya seni itu tiada lain, dangdut sebagai ciri khas musik nasional dan band sebagai “international music”. Persaingan dengan kedua musik itu saja, masyarakat telah banyak beralih pendangan dan turun minatnya menggemari Jaipong.
Pasalnya, musik dangdut dan band lebih “keren” dan sesuai dengan “trand” era modern. Dibandingkan jaipongan yang konon menurut penggemar band dan dangdut adalah seni musik yang “kolot” atau kuno. Di katakan kolot atau kuno, karena jaipong memang budaya klasik masyarakat Jawa Barat yang telah lama lahir, disamping itu, para penggemar Jaipong kebanyakan dari kalangan orang tua. Sehingga bagi anak muda, sulit menerima seni ini sebagai idolanya, maka tak heran mereka beralih pandangan.

Daya tarik musik dangdut dan band sangat kuat “menyedot” masyarakat Jawa Barat. Bukan hanya anak muda, bahkan hampir semua lapisan masyarakat menggemari seni musik itu. Jika hal ini terus dibiarkan, lama-kelamaan minat masyarakat terhadap budaya lokal akan tenggelam. Dan nasib jaipongan pun akan terancam “mengerucut” peminatnya.

Mulai meninggalkannya daya gemar masyarakt terhadap jaipong bukan saja dipengaruhi oleh dangdut dan band. Melainkan ada hal lain yang cukup menantang kepopuleran seni jaipong ini, yakni pandangan para agamawan terutama para ulama Islam.

Pandangan masyarakat agamis

Disamping jaipongan tergerus kultur seni musik dangdut dan band. Pandangan masyarakat tentang Jaiopongan pun beragam. Seperti halnya pandangan Islam, ketidak populeran Jaipongan di masyarakat Islam Jawa Barat tiada lain ada beberapa hal unsur budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, Islam memandang bahwa seorang wanita wajib menutup auratnya—memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan—sedangkan sinden tidak berkerudung. Bahkan, pakaian kebaya pun masih bisa menimbulkan “hasyrat seksual”, karena ada kalanya kebaya itu terlalu transparan dan ketat. Sehinga lekuk tubuh masih tergambar.

Pandangan Islam terhadap ketidak setujuannya terhadap seni Jaipong tidak berhenti pada pakaian saja, melainkan pada unsur tari nya pun dikritisi. Memang tarian jaipong tidak “seekstrem” dangdut dan band—punk hard rock, namun gerakan gemulai tariannya terkadang sama saja bisa membangunkan “hasyrat”. Kendati masih banyak alasan Islam terhadap jaipong yang secara tegas tidak “setuju”. Namun dari segi pakaian dan tari saja itu sudah menurunkan minat penggemar jaipong dikalangan umat Islam.

Benar halnya jika jaipong dikaitkan dengan unsur syariat Islam akan mudah dilupakan. Oleh karena itu, kesenian jaipong harus diteriakan oleh masyarakat Jawa Barat bahwa itu adalah “budaya seni yang harus dilestarikan”. Kendati demikian, kritik Islam terhadap jaipong pun ada benarnya. Karena, yang namanya budaya masyarakat Jawa Barat harus mempunyai kearifan lokal. Jangan hanya hiburan semata, namun mempunyai unsur pembangunan dan cerminan masyarakat yang mempunyai etis-moral.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...