Oleh DASAM SYAMSUDIN
"DOR... DOR…" Kira-kira itu deskripsi letusan senjata tentara Jepang membidik para pahlawan Indonesia yang berusaha merebut kemerdaakn sekitar tahun 1942-an. Senyum haru kepergian penjajah Belanda, berganti menjadi penderitaan, saat kaki-kaki tentara Jepang menginjak Tanah Air. Kobaran api yang telah padam menjadi kesejukan, terpaksa harus berkobar lebih dahsyat lagi untuk mengusir Negeri Matahari Terbit dari tanah Pertiwi.
Catatan yang diukir Jepang menjajah bangsa Indonesia, tak pernah terhapus walau sudah menjalin hubungan kekerabatan. Moncong senjata dilengkapi belati tajam ditodongkan ditiap punggung rakyat Indonesia, agar kerja-rodi mengeruk potensi bangsa untuk diserahkannya. Terlalu sulit untuk dilupakannya.
Wajar, jika rakyat Indonesia tidak bisa menghapus catatan sejarah itu, karena ini Tanah Air yang dicinitainya. Tapi, kini semua sudah berakhir, jika dulu rentetan senjata mengancam rakyat, kini deretan otomotif produksi industri Jepang berjajar ditiap-diap Deler, Sorum bahkan alat-alat elektroniknya terpampang di tiap toko. Suara "dor… dor…" letusan senjata tentara jepang berganti menjadi suara "ngeng… ngeng…" pacuan gas kuda besi yang dinaiki rakyat Indonesia dengan rasa bangga (mayoritas). Itulah realita RI-Indonesia pasca Kemerdekaan. Sudah baikah RI-Jepang?
"Sejak dibukannya secara resmi hubungan Republik Indonesia dengan Jepang pada 20 Januari 1958, yang ditandai dengan tanda tangan perjanjian perdamaian RI-Jepang, hubungan kedua Negara berjalan sangat baik". Kutipan Laporan Khusus paragraf pertama media ini (30 Oktober 2008), memberi kesan bahwa, RI-Jepang selama 50 tahun ini berjalan sangat baik. Memang seharusnya baik, dan harus dipertahankan.
RI-Jepang saling ketergantungan
Alasan rasional kenapa hubungan RI-Jepang baik adalah adanya ketergantungan yang kuat, khususnya dalam segi ekonomi. Pasar otomotif dan elektronik, skala besar barang itu diimport dari Negara Jepang. Sebagai timbal baliknya, Jepang meminta sumber daya alam Indonesia seperti minyak bumi, gas dan lainnya diekspor atau dijual ke negaranya. Disamping itu, Jepang juga memberi bantuan dana kepada Indonesia berupa uang. Walau pada kenyatannya, bantuan itu antara 65-85 persen adalah pinjaman yang harus dilunasi.
Jepang, memiliki produksi otomotif dan elektronik berkualitas yang relative murah dibandingkan dengan Negara lain.Tapi, miskin SDA-nya. Sedangkan Indonesia Negara kaya SDA, tapi kemajuan bidang industri otomotif dan barang elektroniknya kurang berkualitas di kancah Internasional. Maka, keduanya saling membutuhkan. Jepang membutuhkan SDA dan Indonesia membutuhkan produksi otomotif dan elektronik khususnya. Ketergantungan masalah ekonomi ini, mengindikasikan bahwa hubungan RI-Jepang, memiliki ikatan yang kuat.
Jangan hanya Ketergantungan, tapi belajar
Ketergantungan Indonesia pada Jepang, seharusnya tidak berlebihan. Indonesia memang membutuhkan teknologi berkualitas yang relative murah untuk memajukan bangsanya. Tapi, kalau harus membeli terus menerus, apalagi menukar dengan kekayaan Indonesia. Kapan Negara kita akan maju dan berpikir?
Tidak ada salahnya bangsa Indonesia belajar pada Jepang. Kenapa ia menjadi Negara maju? Hari ini kita boleh bergantung pada Jepang dalam bidang industri otomotif dan elektronik. Tapi, esok hari Indonesia harus mampu memproduksi barang tersebut. 50 tahun waktu yang relative lama untuk belajar pada kemajuan Jepang. Pertanyaannya, apakah Negara Indonesia belajar pada Jepang?
Seharusnya kita sudah mampu memproduksi barang otomotif dan elektronik yang kualitasnya menyamai Jepang. Karena, otomotif dan elektronik Jepang telah lama dan menjadi barang favorit rakyat. Seyogyanya hubungan RI-Jepang, khususnya kita mau belajar kenapa Jepang maju? minimal pada industri otomotif dan elektronik.
Para mekanik Indonesia Indonesia khususnya harus lebih berpikir lebih maju, jangan hanya berusaha memodifikasi. Tapi yang lebih kreatif, yaitu menciptakan. Hal itu akan sangat hebat, dan tidak sia-sia Hubungan RI-Jepang.
Kalau hanya ketergantungan ekonomi sampai kapan pun tidak akan maju. Bisa-bisa terkuras habis dan rakyat kita sendiri tidak bisa menikmatinya. Hubungan RI-Jepang diharapkan menjadi pembelajaran Indonesia agar mau berpikir seperti Negara matahari terbit tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar