Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
(QS. Al-Baqarah: 2)
Kondisi bangsa ‘Arab sebelum kedatangan Islam sangat kacau balau, baik dari segi pemerintahan, sosial-budaya dan moralitas masyarakat. Kesemburautan dari segi pemerintahannya ialah, banyaknya qobilah (suku/ etnis) di Arab pra-Islam dan tidak adanya kekuatan integrasasi dari masyarakat. Dan itu menandakan suatu bangsa yang remuk. Qobilah yang terbesar dan terkuat itulah yang akan menguasi dan mempengaruhi qobilah lain yang lebih kecil sekaligus pemegang tampuk kekuasaan tertinggi dari bangsa ‘Arab.
Sedangkan dari segi sosial-budaya, adanya klasifikasi masyarakat, di mana si kaya kedudukannya lebih tinggi dari orang-orang miskin, dan perempuan derajatnya lebih rendah dari laki-laki. Dan yang paling parah adalah, adanya perbudakan (hamba sahaya) dan ini jelas melangar HAM (Hak Asasi Manusia). Ciri khas kerusakan masyarakat ‘Arab yang paling parah adalah demoralisasi (perilaku tidak bermoral) juga dikenal dengan istilah jahiliyah. Jahiliyahnya masyarakat ‘Arab disamping penyimpangan teologi (ketuhanan) juga penyimpangan nilai yang jauh dari cirri masyarakat bermoral. Misalnya, freesex (seks bebas, kekejaman rumah tangga (termasuk penganiyan terhadap budak), sering terjadinya pembunuhan dengan sebab yang sepele, pencurian, mabuk-mabukan dan lain sebagainya.
Kondisi masyarakat yang sangat carut-marut dengan ke-jahiliyahannya dalam waktu relatif singkat bisa tersusun kembali dengan rapih dan lebih dinamis. Karena kehadiran Al-Quran yang di bawa Rasulullah sebagai pusaka sang Nabi mampu menggoyahkan ideologi ‘Arab dari tidak keberaturan menjadi negara yang terorganisir karena pengaruh dahsyat dari al-Quran. Gempuran ayat-ayat al-Quran mematahkan ideologi ‘Arab dengan pesannya yang dahsyat, tajam, aktual, faktual dan kritik konstruktif, selain itu dengan bahasanya yang halus dan sastrawi mampu meruntuhkan keangkuhan masyarakat ‘Arab. Jangankan dari pesan ayatnya, dari susunan bahasanya saja yang sarat dengan nilai-nilai sastra mampu mendongkolkan masyarakat ‘Arab dengan syai’ir-sya’irnya yang indah.
Ideologi bangsa ‘Arab yang dulu sarat dengan mistis, dalam waktu relatif singkat telah digeser oleh sang Nabi dengan menggunakan al-Quran menjadi ideologi tahuid. Merubah keyakinan adalah hal yang sangat sulit, tapi dengan kesaktian al-Quran dari bahasa, makna, pesan dan isi kandungannya masyarakat ‘Arab terpengaruh dan merubah keyakinanya. Yang tadinya penyembah berhala menjadi hamba Allah yang beriman. Hal demikian itu merupakan bukti dari kemukjizatan al-Quran.
Perubahan besar dengan waktu yang relative singkat yang terjadi di Negara ‘Arab karena pengaruh al-Quran adalah bukti bersejarah yang tidak akan hilang dari pengalaman umat manusia. Lantas, bagaimana kehadiran al-Qur’an di zaman yang syarat dengan ketiadaan pegangan etika moral? Juga banyak yang menyinggung bahwa perpecahan dikalangan umat Islam adalah karena pengaruh al-Quran yang memiliki banyak penafsiran sehingga menimbulkan hukum yang berbeda pula?
Al-Quran bukan pemecah belah
Jika kita mengamati secara seksama, justru salah satu kemukzijatan al-Quran adalah relevannya pesan-pesan teks dalam memproduksi terhadap hukum-hukum yang baru yang berkembang di msayarakat. Di manapun dan kapanpun. Al-Quran adalah kitab yang fleksibel, yang selalu bisa dikaji untuk memecahkan suatu masalah. Sebagai pedoman hidup umat Islam, al-Quran akan selalu menjawabnya. Kemampuannya menjawab berbagai persoalan memang harus di dukung dengan ilmu-ilmu lainnya (‘ulumul-quran) sebagai alat untuk menafsirkannya. Nah, dengan penafsiran inilah semua hukum Islam berkorelasi dengan ayat-ayatnya. Jadi, jelaslah bahwa kedinamisan al-Quran adalah salah satu bukti keunggulannya atau mukjizat tak terhingga.
Mengkaji al-Quran membutuhkan disiplin ilmu lainnya yang membantu mempermudah menafsirkan ayatnya. Maka kehadiran hadits Rasulullah pun sangat penting. Karena, hadits Rasulullah adalah bayan (penjelas) al-Quran yang utama disamping ‘ijma (kompromi para ulama dalam suatu hukum Islam) dan qiyas (analogi hukum). Kendati hadits menurut mayoritas ‘ulama disepakati sebagai sumber hukum Islam yang ,munfarid (sendiri bukan sub dari al-Quran). Tetapi mereka juga sepakat bahwa hadits adalah penjelas dari al-Quran. Karena, semua syari’at yang diceritakan hadits tidak akan melenceng dari al-Quran, dan keduanya adalah satu kesatuan yang utuh (satu paket).
Seandainya ada hukum yang tidak relefan dengan al-Quran, maka hadits itu dinyatakan dho’if (lemah, tidak bisa dijadikan hukum). Bukti bahwa hadits penjelas ayat al-Quran misalnya, al-Quran sering menyinggung lafadz “aminuu billahi wa al-yaumi al-akhir” artinya: “berimanlah kepada Allah dan hari kiamat”. Dalam ajaran Islam rukun Iman ada enam yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab-Nya, para rasul, hari kiamat dan qada dan qadhar. Contoh ayat di atas hanya menyinggung dua yaitu beriman kepada Allah dan hari kiamat. Padahal yang dimaksud ayat itu adalah semua rukun iman, dan hadislah yang menjelaskannya bahwa al-Quran hanya menyebutkan contoh dua rukun iman. Disinilah kita harus memahami, bahwa al-Quran itu jelas sumber utama hukum Islam, toh walaupun hanya menyitir garis besarnya saja.
Al-Quraan sebagai mukjizat Rasulullah tidak akan bisa dikalahkan oleh kitab manapun dan dari segi apapun. Bahkan Allah memberikan sub-nama pada al-Quran dengan al-bayan maksudnya sebagai penjelas dari kitab terdahulu yaitu Injil, Taurat dan Zabur. Ke-al-bayan-an al-Quran bisa kita buktikan dengan kitab terdahulu karena di sana akan ada penjelasan tentang al-Quran walaupun yang sering diceritakannya kenubuwatan Rasulullah yang membawa al-Quran. Jadi, apapun hukum yang berkembang dimasyarakat baik masyarakat terdahulu atau masyarakat modern bisa dipecahkan dengan al-Quran. Hanya saja kita harus pandai memahami al-Quran dengan berbagai ilmunya. Inilah salah satu keunggulan al-Quran dan tidak semua orang bisa menafsrikan al-quran seenae dewek. Karena hanya orang yang berilmu dan beriman yang mampu menafsirkannya.
Yakinlah bahwa al-Quran itu merupakan petunjuk bagi manusia, khususnya umat Islam sebagaimana Allah mengenalkan al-Quran kepada manusia sebagai petunjuk bagi orang –orang yang bertaqwa (al-baqarah: 2). Disitir hanya orang bertaqwa yang mampu menjadikannya petunjuk, disebabkan, jika semua orang mengerti (bisa menafsirkan al-Quran) maka keutuhan al-Quran akan terancam. Keihtilafan makna dan isi kandungan akan terbuka lebar dan bisa menyesatkan karena orang tidak berilmu juga menafsirkan al-Quran. Adapun bagi orang yang tidak mengerti bahasa al-Quran solusinya bertanya pada yang mampu (orang taqwa dan berilmu). Maka disanalah al-Quran sebagai petunjuk manusia, tidak harus mengerti bahasa (jika tidak mampu ilmunya).
Jelas, al-Quran adalah pedoman hidup umat Islam sepanjang zaman, pusaka tersakti yang dimiliki kaum Muslimin. Dimana integritas, rasa bersudara, spirit ibadah dan perjuangan, harapan keyakinan akan adanya kebahagiaan akhirat, dan ancaman neraka dan lain sebagainya, semuanya kita rasakan dan kita ketahui dari al-Quran. Maka berpegang teguhlah sekalian kaum muslimin kepada kitab Allah yang mulia, agar hidup kita sejalan dengan Islam. alhasil sampai pada tujuan akhir yakni bahagia dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar