Malam ini aku dan dua temanku yaitu Sidik dan Ayub kebagian jadwal meronda. Setelah kami menghafal. Bukan kami tapi Sidik dan Ayub bosan menghafal, mereka menemuiku yang sedang mengamati keindahan alam.
“Kak lagi lihat apa?” kata ayub ikut campur urusan orang.
“Alam Allah. Lihat! Pohon kelapa itu buahnya lebat dan hijau” dari tadi aku memang memandang buah kelapa. Aku bertafakur tentang ciptaan Allah yang satu ini. Kayaknya seger kalau ku minum airnya.
“Yub, Dik, nanti malam kita beraksi ya” aku bertanya pada mereka dan mata masih melihat kelapa.
“Siap! Eh… beraksi apa Kak?” Sidik balik nanya
“Ada aja” kataku sambil tersenyum dan memandang kelapa
Sidik dan Ayub heran melihat aku yang dari tadi memandang kelapa. Mereka pun saling beradu pandang mungkin heran. Setelah itu mereka juga memandang kelapa. Jadi, kami bertiga memandang kelapa. Tak selang beberapa detik mereka ikut tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepala dan memandang kelapa. Aku, Sidik dan Ayub tersenyum memandang kelapa. Dan bukannya sombong, senyum aku lebih bagus dari mereka. Aku tahu mereka tersenyum karena mengerti niatku. Aku bangga pada mereka. Mereka ngerti apa yang aku mau tanpa harus berkata.
Jam sepuluh masjid sudah tak ada siapa-siapa. Yang tadinya ramai menjadi sepi karena para santri sudah kekamar dan pada mau tidur.
“Siapa yang meronda Sem?” kata keamana yang lewat memandang aku.
“Kelapa. Eh… saya, Sidik dan Ayub” mendengar jawabanku keamanan kaget.
Keamanan heran kenapa kami bertiga bengong seakan lagi bertafakur. Keheranan keamanan terpecahkan setelah memandang arah yang sedag kami lihat. Keamanan melihat kelapa yang kami pandang. Dan tiba-tiba ia juga tersenyum dan menganggukan kepalanya sambil memandang kelapa. Karena senyum keamanan kami bubar. Entah kenapa keamanan terus mendang kelapa dan tersenyum terus sambil mengangguk-anggukan kepala dan terkadang menggelengkannya.
“Yub, Dik. Kita kewarung ma Engkai yu! Belanja buat malam” aku mengajak temanku dan meninggalkan keamanan yang memandang kelapa.
“Ayo” kata Sidik dan Ayub kompak.
Setelah kami kembali dengan membawa mie, ikan asin dan bahan sambal. Kami duduk di depan masjid sambil ngobrol.
“Baru jam sebelas, masak tiga jam lagi” gerutu Sidik sambil cemberut.
“Iya, aku juga lapar. Apalagi kerongkonganku belum disiram air” kata Ayub bersedih
Mendengar gerutu temanku yang kurang suka dengan kondisi ini. Aku memandang kelapa dan tersenyum.
“Dik, Yub!” aku memanggil mereka dan mengangkat daguku menunjukan kelapa yang hijau. Dengan isyarat ini mereka paham dibalik kehausan kami ada solusinya.
“Yub kamu aja” kata Sidik sambil meletakan bungkus ikan asin.
“Emang gak apa –apa kak ngam…” Ayub penasaran dan langsung ku potong ucapannya.
“Engak… gak apa-apa. Itukan miliki pesantren kita semua” aku meyakinkan Ayub.
“Ok! Kalau begitu malam ini kita party kelapa” kata Ayub semangat sambil membuka sarungnya dan baju ngajinya.
Kami bertiga pergi kearah pohon kelapa yang ada di kebun Kiai. Kulihat ayub sangat bersemangat dan menggerakan tubuhnya kekiri dan kekanan sebagai pemanasan.
“Yub, hati-hati” aku berkata padanya dengan suara pelan
“Tenang Kak. Aku kan juara panjat pinang 3 kali berturut-turut”
“Kak! Kayaknya ada orang menuju kearah sini?” kata Sidik sambil berbisik ditelingaku, dan menunjukan arah orang yang sedang berjalan terendap-endap.
“Iya… kayak Keamanan Pesantren” itu aku yang bicara sambil melihat arah datangnya orang asing itu.
“Iya Kak, ayo kita sembunyi” Sidik mengajaku sembunyi dan menarik kedua tanganku masuk kedalam semak-semak.
Sementara aku dan Sidik bersembunyi. Kulihat Ayub sudah sampai kepuncak pohon kelapa dan menepuk buah kelapa. Ayub terus memilih buah kelapa yang tepat tanpa menyadari ada keamana yang sedang patroli atau mungkin…… mau mencuri kelapa? Jelas. Akurat! Keamanan itu melihat kekiri dan kanan memperhatikan lingkungan sekitar. Kemudian dia membuka sarungnya dan mulai memanjat untuk meraih cita-citanya meminum air kelapa.
Keadaan sangat genting. Ayub sungguh dideru masalah yang sangat besar. Hanya ada dua pilihan baginya hidup atau mati. Seandianya aku bisa memberitahukannya aku akan menyarankan padanya agar lompat dari pohon kelapa yang tingginya 14 m. Karena, menurutku lebih baik melompat dari pada ketahuan keamanan dan menanggung aib seumur hidup. Tapi pilihan Ayub salah ia tetap diam dan sembunyi diantara daun kelapa yang rimbun.
Keamanan sudah mencapai dahan kelapa. dan mulai duduk di dahan yang berbeda dengan Ayub. Keamanan mencari kelapa segar dan berputar dipohon kelapa. Ayub pun sama berputar menyembunyikan dirinya dengan arah yang berlawanan. Dan akhirnya,
“AAAAWWWWW….. Allahuakbar…. “ Keduanya menjerit karena saling memandang kaget. Jeritannya sangat keras dan memecahkan keheningan malam. Sampai banyak yang bangun termasuk Kiai dan para Ustadz. Mereka berlari kencang, tegang dan penasaran ada apa yang terjadi. Sesampainya di TKP (tempat kejadian perkara). Ustadz Toni menyorotkan lampu dan jelas sekali mereka ketangkap basah.
Melihat kejadian itu semua santri tertawa senang dan ada yang senyum pelit hanya mengangkat sedikit bibirnya. Semua santri sepertinya gembira melihat dua santri itu susah. Bahkan, ada yang lebih senang dan tertawa lebar sekali melihat kejadian itu, yaitu aku.
Esoknya, Ayub dan keamanan tidak dihukum apa-apa. Hanya saja mereka ditertawakan santri. Mungkin lucu melihat Ayub dan keamanan diberi hadiah oleh Kiai yaitu kalung. Mereka sepertinya sedih memakai kalung yang disusun dari sepuluh buah kelapa. Al-hamdulillah aku dan Sidik selamat. Sekarang aku yakin bahwa Allah sayang padaku. Itulah aku. Aku yang merencanakan Ayub yang sial. Ha…. Ha…. Senangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar