Saya Bukan Abu Bakar Ba’asyr, tapi Saya Ingin Indonesia Sejahtera

Sesekali terbanglah ke angkasa Garuda, lihat Indonesia dari kejauhan, secara keseluruhan, bentangkan pandangan dari dulu sampai sekarang, dari Sabang sampai Merauke, tajamkan mata dari perkotaan sampai daerah-daerah terpencil yang terselip di bumi Indonesia. Lalu, tangkaplah angin dan dengarkan suara hati, bisikan rakyat jelata yang merundung duka, benarkah ia betah dan bangga tinggal di Indonesia?

Dasam Syamsudin

Terlepas dari ucapan Abu Bakar Ba’asyr yang dilontarkan tajam pada seluruh Presiden Indonesia, “Itu thogut Soekarno, itu thogut Yudhoyono karena dia tidak mau ngatur negaranya dengan hukum Allah, tapi dia ngaku Islam,” Kompas.com.

Saya hanya akan menarik tujuan ABB dan para pengikutnya melakukan hal itu, menginginkan Negara Islam. Tujuannya tiada lain menginginkan bangsa yang sejahtera, aman sentausa, adil dan bijaksana, dll. Untuk hal itu, sebagai warga Indoensia saya sangat setuju. Siapa yang tidak menginginkan bangsa Indonesia sejahtera, kecuali orang-orang yang bermental inlender, atau hipokrit.

Pemerintah seharusnya bukan hanya mengurusi ucapan dan pemahaman ABB tentang konsep kenegaraan. Tapi, mari kita lihat tujuannya, impiannya, harapannya pada bangsa ini. Ini yang harus diperhatikan. Sepertinya bangsa ini harus berpikir ulang, evaluasi diri, benarkah hukum-hukum yang telah ditegakkan bisa mewadahi dan mengikat seluruh rakyat, pemerataan ekonomi, keadilan hukum, kesejahteraan rakyat, benarkah hal itu telah terwujud semenjak bangsa ini memproklamirkan kemerdekaannya.

Bangsa ini tiada henti terus mengalami konflik intern tentang konsep kenegaraan, bahkan semenjak prakemerdekaan. Ada apa dengan bangsa ini? Atau, ada apa dengan pemerintah bangsa ini? Atau, orang Indonesia yang berjiwa nasionalisme kah pemerintah bangsa ini?

Pancasila sebagai dasar Negara begitu kita puja, tertanam dan terpatri di dalam diri, Undang-undang yang telah dibentuk pun sepertinya mengkristal keras, sampai sulit dirubah. Namun, benarkah hal itu sudah bias mewadahi Negara yang majemuk ini. Terlebih kesejahteraan yang merata pada seluruh rakyat Indonesia. Hutang kian hari kian menumpuk. Kesejahteraan rakyat berat sebelah, tidak merata, Pendidikan yang dijadikan ujung tombak pemberantas kebodohan malah selalu berkasus, tidak dispilin. Korupsi membudaya dari atas hingga ke bawah. Ditambah pencemaran lingkungan, Sungai Citarum malah menjadi tempat sampah. Hutan-hutan banyak yang ditebang liar. Dsb.

Kasus bom bunuh diri, mari kita ambil hikmahnya. Pemberontakkan. Kenapa rakyat bisa berontak pada pemerintahnya. Mungkinkah mereka merasa jengah melihat Indonesia yang seperti ini? Alasan-alasan ini lah yang harus kita sorot, bukan semata menangani kasusnya saja yang tidak pernah jelas juntrung penyelesaiannya.

Sesekali terbanglah ke angkasa Garuda, lihat Indonesia dari kejauhan, secara keseluruhan, bentangkan pandangan dari dulu sampai sekarang, dari Sabang sampai Merauke, tajamkan mata dari perkotaan sampai daerah-daerah terpencil yang terselip di bumi Indonesia. Lalu, tangkaplah angin dan dengarkan suara hati, bisikan rakyat jelata yang merundung duka, benarkah ia betah dan bangga tinggal di Indonesia?

Jika Pancasila sudah multak tidak bias dirubah., Undang-undang sudah cocok dengan kemajemukan bangsa. Tapi bangsa ini masih seperti ini. Berarti, Ada apa dengan pemerintah? Lupakah mereka pada Pancasila?

Hanya pertanyaan yang bias saya tulis.