"Terimakasih Atas Kunjungannya, Semoga Anda Banyak Rezeki, Banyak Anak, Dan Masuk Surga. SALAM CINTA"

Catatan Garing 9: Ngaji Ushul Fiqh

Bagian Semabilan

Setelah ustaz masuk kelas tanpa permisi. Memerintah kami seenak hatinya. Di suruh baca kitab…lah, di suruh nerjemahin kitab…lah, jawab soal…lah, anu…lah, ini..lah, segalanya deh. Dia suruh-suruh kelas kami seenae dewe. Kayak kurang kerjaan gitu.

Padahal, kalo pun kami datang ke kelas, itu bukan berarti mau ngaji. Ya, iseng aja….Boss! Tambah sebel aja. Lebih baik kan kumpul di kelas. Bisa ngobrol ama sohib. Bisa nuduh yang nggak-nggak sama santriwati. Pun begitu santriwati bisa meneliti wajah-wajah kami, santriwan. Sekadar menyeleksi, mungkin ada yang ganteng dan menyegarkan suasana hati mereka. Itu kan lebih asyik dari pada ngaji kitab yang tulisannya botak-botak (kitab gundul)….Nge-BeTe-in banget itu!

Yah, namun apalah daya Boss! Santri, kan, rakyat. Jadi, ya, mau gak mau harus bisa nerima otoritas ustaz. Gak apa-apalah, mungkin aja nanti ada manfaatnya. Iya, gak?! Pasti ada!

Sore ini. Bakda Ashar. Kelas gue jadwalnya ada pelajaran Ushul Fiqh. Ngaji Ushul Fiqh tempatnya di kelas tanpa bangku dan meja. Jadi, santri duduk membentuk lingkaran. Santri bersila menghadap santriwati. Santriwati duduk sepantasnya menghadap ustaz. Sambil mendengar ceramah ustaz, kadang-kadang ada santri yang berbisik-bisik, terkantuk-kantuk, gaduh dikit-dikit. Nah, kalo gue gak lakuin itu semua. Hanya membuang-buang waktu. Gue bersila tegap dengan kepala tertunduk. Nggak melihat kitab.

Tapi, beradu pandang dengan santriwati yang duduknya paling ujung. Irma namanya. Gue memandangnya. Irma mandang Cecep. Gue ngedipin Irma. Irma menjulurkan lidahnya…Wleee. Bukan sekarat. Tapi, ngejek.

“Sam, Iqro kitabaka!”

“Sssssyyyuuuttt… jangan ganggu ah!”

“Sam… silakan baca kitabnya!”

“Yeh, udah dibilangin jangan… Eh! Ustaz…sampai mana staz?” Gue kaget.

“PLAKK!…PLAKK!…” gue di tampar.

“Ampun Taz…. Ampun. Ane mohon. Ustaz kan ganteng…ya..ya.. maaf deh.”

“Hiaaattt….BUKKK!!!”

“……….?” Gue pingsan.

Catatan darurat:
PLAKK= Suara tamparan kopiah cap H. Iming
BUKK= Suara hantaman kamus al-Munawir.
Kamus al-Munawir. Adalah kamus yang sangat tebal. Kira-kira beratnya 2 kg-an. Pahamkan maksud gue?!
***

“Sam…Syamsudin… Bangun!”

“Apa yang terjadi?”

“Tadi ente pingsan. Kena tamparan kopiah cap H. Iming dan hantaman keras kamus al-Munawir” Cecep memberi tahu.

“Mana ustaznya?”

“Di belakang loe, masih megang kamus al-Munawir”

“Sam! Baca!…” ustaz belum selesai ngomong

“Bismillahhirrahmanirrahim…Al-aslu fiil amri, asal perintah itu. Lil…lil…lilll…” gue lupa

“Lilwujub” kata Mesa dengan suara di tahan. Memberitahu.

“PLAKKK!...’diam!” suara pukulan kopiah cap H. Iming. Bukan Mesa yang dipukul. Tapi Eful.

“Maaf staz…” kata Eful.

“Makasih staz…” Eful nambah kata.

“BUKKK!!!...” Eful pingsan dech!

“Sudah disuruh diam. Ngelawan. Lanjut, Sam!” kata ustaz.

“…lil-wujub. Menunjukan suatu kewajiban” Gue ngelanjutin.

“Bagus! Awas! Sekali lagi membangkang. Bukan kamus al-Munir yang akan menghantam ente”

“al-Munawir staz”

“Iya ane tahu! Al-Munawir. Salah dikit gak apa-apa. Tapi, kursi duduk ini yang akan menghantam.”

Mendengar penjelasan ustaz kami diam. Ustaz melanjutkan.

”Paham!!!...”

“Iya pak Ustaz….” Kami semua menjawab.

“Paham apa ustaz?...” Marwah membantah.

“BUKKK!!!” Tendi yang kena Hantam kamus al-Munawir di wajahnya.

“BUKKK!!!” sekarang Tendi pingsan.

Catatan kaki:
Jangan membangkang untuk mendengar kebenaran.
Catatan untuk ustaz: Jangan pilih kasih!

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...