BERKEMBANGNYA arus komunikasi dan informasi yang pesat dan daya jangkaunya yang luas di era modern. Seperti internet, televisi, radio, surat kabar, majalah, dan media-media lainnya yang sekarang berkembang dan menyebar. Sebagian masyarakat berasumsi, bahwa realita tersebut, telah membuka peluang yang lebar terhadap ancaman demoralisasi, karena ada tayangan atau sajian yang mempengaruhi pada penyimpangan perilaku masyarakat secara normatif atau kurang mendidik.
Asumsi itu, di dasarkan pada realita objektif, misalnya, pada media online –internet banyak situs-situs yang menyajikan grafi, atau audio-visual yang kurang baik, situs forno misalnya. Juga televisi yang sering menayangkan acara seperti film dan sinetron atau tayangan lainnya yang bisa mempengaruhi perkembangan remaja kearah dekadensi moral. Misalnya, pacaran terlalu bebas, kekerasan, dunia glamour dan lain-lain.
Menanggapi asumsi mayoritas masyarakat tersebut, yang sepertinya menghakimi dan menuduh media massa sebagai indikator utama dari dampak demoralisasi atau rusaknya perilaku masyarakat. Sepertinya kurang tepat dan akurat. Karena, tidak semua media menayangkan hal yang dapat mengubah perilaku masyarakat kearah yang tidak benar.
Apalagi, kalau kita meninjau fungsi dari media massa. Sepertinya tuduhan tersebut kurang beralasan. Kendati ada sajian atau tayangan yang memang menyajikannya. Akan tetapi, tayangan atau sajian dari media baik media cetak, elektronik dan online pada dasarnya hanya tawaran. Mau atau tidaknya kita mengkonsumsi sajian tersebut terserah kita. Lagi pula, media adalah alat sedangkan kita (konsumen media massa) adalah subjek. Maka, jika ada tayangan yang tidak mengindahkan sisi etis-moralis, kita bisa mencegahnya dengan tidak mengkonsumsinya.
Memang, idealisnya dan seharusnya media massa bisa menyajikan tayangan yang mendidik dan mempengaruhi pemikiran kearah kemajuan—kritik konstruktif dan moralis. Karena, bagaimanapun tayangan yang disajikan sangat menentukan dampak yang akan diakibatkannya.
Disini pun media massa harus bisa mengemas jangan sampai tontonan hanya hiburan semata, tapi harus menjadi tuntunan juga. Karena salah satu fungsinya adalah edutainment—mendidik dan menghibur. Peran media massa sesungguhnya sangat besar. Sedikit kita membuka lembaran sejarah tatkala awal lahirnya TVRI—Televisi Republik Indonesia—(24 Agustus 1962). Melalui media televisi masyarakat Indonesia benar-benar mulai tersatukan sebagai sebuah bangsa (Lubang Hitam Kebudayaan, hal. 168). Disamping hadirnya TVRI menghibur rakyat karena hal itu masih terasa aneh, juga kehadirannya menjadi media yang mendidik masyarakat. Karena, dengan kemewahan televisi semua lapisan masyarakat bisa mengkonsumsi esensi dari tayangannya. Berbeda halnya dengan media cetak, yang hanya bisa dikonsumsi oleh masyarakat yang mengenal dunia baca tulis.
Contoh lain yang membuktian media massa sebagai media pendidikan adalah kisah Lintang dalam film Laskar Pelangi. Lintang adalah seorang anak lelaki pesisir yang cerdas dan pintar, ia bisa menerangkan pengetahuannya kepada teman-temannya seperti profil buaya dan sebab tercipta warna pelangi secara ilmiah, karena Lintang sering membaca Koran Sinar Harapan. Padahal ia tidak mendapatkan pengetahuan itu di kelas. Dan dengan membaca surat kabat ia menjadi terdidik. Bukankah kita mengetahui kisah dunia pendidikan ini (Laskar Pelangi) karena media?
Kegunaan lain media massa yang sangat berguna di era sekarang adalah media online—internet. Dengna media online, masyarakat bisa belajar atau mencari referensi, literatur dan informasi dengan cepat. Di sisi lain dengan internet kita bisa berbagi informasi dengan leluasa, dan hal ini sangat membantu terhadap proses pendidikan dan pembelajaran.
Bila kita perhatikan usul Laclere dalam Panitia Undang-Undang Dasar Belanda 1815 pun sama, bahkan sudah memberikan bukti dan memperkuat betapa pentingnya media massa dalam pendidikan. Dalam hal ini Laclere menyatakan bahwa media massa itu berfaedah. Sebab dengan menyebar luaskan pengetahuan tentang kemajuan banyak bidang, akan membawa peningkatan pikiran dan perasaan pada pembaca (surat kabar), pendengar (radio), dan penonton (televisi). (Kustadi Suhandang; Pengantar Jurnalistik, hal. 96).
Masyarakat awan yang sulit mencari informasi melalui literasi, dengan media massa ia akan mudah mendapatkannya dan pola pikirnya akan berkembang. Misalnya dengan media televisi, karena media ini yang sangat mudah dikonsumsi masyarakat.
Oleh karena itu, menyalahkan media massa sepenuhnya terhadap perubahan perilaku masyarakat kearah degradasi moral tidak sepenuhnya benar. Juga media massa jangan sengaja dan seenaknya menayangkan hal yang banyak negatifnya. Namun, keduanya harus bekerja sama. Media massa memberi tayangan yang baik sebagai kontribusi pendidikan, dan masyarakat pun harus bisa memanfaatkannya kearah kemajuan pola pikir dan perilaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar