Oleh DASAM SYAMSUDIN
Waktu saya kecil, di kampung sedang musim mainan berupa gogorolongan. Menyaksikan teman-teman bermain gogorolongan sepertinya mengasikan. Saya merengek kepada bapak, agar dibuatkan mainan tersebut. Namun, bapak malah ngasih golok dan sebatang kayu, kemudian menyuruh membuat sendiri mainan tersebut. Dengan terpaksa saya mencobanya, dan memang membuat mainan itu tidak sulit. Walaupun jelek saya berhasil membuatnya.
Gogorolongan termasuk alat permainan tradisonal yang biasa dimainkan oleh anak laki-laki. Dikatakan gogorolongan, karena mainan ini ngagorolong (bisa maju dengan menggunakan roda karena di dorong). Gambaran sederhananya, gogorolongan bentuknya seperti roda yang didorong. Karena menggunakan dua roda, kiri dan kanan. Maka, di daerah tertentu ada yang mengatakannya rorodaan. Kemudian, ditengah-tengah roda bisa dibuat semacam segi empat kalau tidak bisa, cukup dengan ngas (dudukan batang penyambung antara dua roda agar bisa berputar dan tidak lepas. Nah, yang terakhir mainan ini menggunakan sebatang kayu kira-kira sebesar jempol yang panjangnya kira-kira satu meteran atau disesuaikan ukuran pengguna. Fungsi kayu ini sebagai pengendali yang dipegang anak untuk mendorong roda tersebut agar ngagorolong. (maju).
Menumbuhkan kreativitas
Mainan ini bisa terbuat dari kayu, bambu, atau sandal bekas, khususnya sendal capit. Caranya tidak begitu sulit dan mudah dilakukan oleh anak-anak dan tentunya dengan modal yang murah, cukup kemauan dan keterampilan saja. Karena membuatnya mudah, maka, mainan ini dulu sangat di gemari anak-anak. Sebab, Anak-anak akan merasa puas apabila mereka bisa menciptakan permainan sendiri. Apalagi jika permainan itu bisa di pareasikan dengan berbagai bentuk sesuai kreasinya,
Gogorolongan bisa dimodivikasi sedemikian rupa. Sehingga kreatifitas anak membuat permainan ini terus meningkat. Semua anak ingin mainanya lebih bagus. Untuk mendapatkan itu, ia terus membuat dan memperbaiki mainannya dengan dimodivikasi dan memeunculkan hal-hal baru pada mainannya. Misalnya, gogorolongan biasa (umum—disebut juga rorodaan) sudah disebutkan di atas. Ada juga gogorolongan yang memakai kaleng susu bekas, di sebut totoroktokan (karena berbunyi tok..tok dari suara kaleng yang dipukul). Yang paling sulit di buat adalah gogolorongan kopter (bentuknya seperti helikopter). Gogorolongan ini menggunakan
baling-baling yang harus berputar secara horizontal dengan dipicu oleh kedua rodanya bukan oleh angin.
Oleh karena itu, gogorolongan kopter adalah yang paling bagus, apalagi jika si anak mampu memadukan antara baling-baling dengan kaleng susu. Maka, mainan ini akan sangat menarik, disamping baling-balingnya berputar, juga menimbulkan bunyi tok.tok.
Nah, hal seperti ini dengan tidak disadari telah menumbuhkan kreativitas anak membuat dan menciptakan sesuatu, kendati itu hanya sebuah mainan. Namun, lama-kelamaan dari kebiasaanya membuat sebuah mainan, akan menumbuhkan kreativitasnya membuat sesuatu yang baru untuk menyenangkan hatinya. Perihal demikian sangat mungkin, jika anak telah terbiasa denga kreativitas membuat sesuatu. Tidak niscaya suatu saat ia akan membuat sesuatu yang sangt menarik dan bermanfaat bagi orang banyak. Dengan demikian, membudayakan kembali membuat gogorolongan sangat baik sekali untuk memicu kreativitas anak. Oleh karena itu, tidak ada salahnya, bahkan bagus jika gogorolongan kembali di budayakan di jawa Barat, khususnya masyarakat sunda.
Menumbuhkan kolektifisme
Bermain gogorolongan, sepintas sepertinya menjenuhkan. Apalagi jika di mainkan sendiri. Namun, jika dimainkan secara kolektif baik itu balapan, atau berkumpul memodivikasi permaianan tersebut. Atau juga keliling kampung rame-rame dengan berbagai bentuk gogorolongan buatan masing-masing. Semua itu sangat mengasikan dan membahagiakan. Bagaimana tidak? Permaianan yang diciptakan sendiri, tentu jauh lebih bangga dari pada membeli karya orang lain. Perilaku bermain seperti ini juga mempunyai sisi positif, yaitu si
anak akan terbiasa hidup bersama. Dengan demikian, kebiasaan hidup bersama atau berkumpul akan membuka kran interaksi sosial dengan mudah. Kebersamaan ini akan menumbuhkan jiwa solidaritas, saling tolong menolong, saling berbagi pengetahuan (pengalaman membuat
permainan), saling membagi ide cara membuat permainan baru dan bagus, dan lain sebagainya.
Dari hal yang dianggap kecil ini, lama kelamaan akan menumbuhkan pembelajaran bagi diri si anak betapa pentingnya hidup bersosial dengan masyarakat. Karena, hubungan sosial antar anak mulai terdidik dan terbangun, walaupun hanya dari sebuah permainan yang dimainkan
secara kolektif. Jika demikian, seyogianya orang tua atau masyarakat harus mengembangkan kembali budaya yang hampir ditinggalkan anak-anak ini. Kita terbiasa memanjanya dengan membeli mainan di toko. Sehingga anak suka meminta sesuatu tanpa berusaha mencari atau membuatnya terlebih dahulu (kurang kreatif). Gogorolongan memang salah satu mainan tradisonal, akan tetapi mempunyai keunggulan dan efek positif pada anak, yaitu menumbuhkan kreatifitas dan menanamkan kolektifisme. Maka, membudayakannya kembali, berarti melestarikan budaya tradisonal masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar