Oleh DASAM SYAMSUDIN
Kisah atau cerita Ki Sunda tentang tanah sunda, tidak terlepas dari hubungannya dengan alam sekitar. Kedekatannya dengan alam yang telah dilestarikannya, tiada lain karena menjaga hubungannya dengan Tuhan, yang selanjutnya melahirkan kearifan-kearifan terhadap alam yang diciptakan-Nya. Salah satu caranya dengan menjaga tanah sunda dari hal-hal yang akan meruksaknya, baik terhadap tanah, tumbuhan, air (sungai, danau bahkan laut) atau yang lainnya.
HUBUNGAN antara masyarakat sunda dan tanahnya harus dijaga, yaitu dengan cara melestarikannya. Dilihat dari sisi teologis, tanah adalah pemberian Tuhan Yang Maha Pencipta untuk di manfaatkan oleh manusia dengan tidak merusaknya (baca: mengarifi). Dengan demikian, hubungan urang sunda dan tanah tempat pijakan kehidupannya itu mempunyai nilai transendental—sebut saja pesan kelangitan—yaitu sesuatu yang harus dilestarikan semata-mata menjaga dan mensyukuri nikmat karunia Tuhan yang sangat agung ini. Sebagaimana tujuan Tuhan menciptakan manusia untuk menjadi "pemimpin di muka bumi" tiada lain agar merawat dan melestarikan bumi. Al-Quran, Surat al-Baqoroh ayat 30.
Hubungan dengan Tuhan
Dengan demikian, menjaga kelestarian tanah sunda yang telah dianugrahkan Tuhan merupakan "kewajiban moral" yang diperintahkan-Nya kepada manusia. Bagaimana tidak? Perintah Tuhan ini sangat rasional, menjaga tanah sunda, berarti kita juga mempertahankan kelangsungan hidup. Karena, kecenderungan manusia terhadap alam tidak bisa dinafikan. Manusia dengan alam tidak bisa dipisahkan, saya menganalogikan hal ini—jika diterima—memisahkan manusia dengan alam sama saja memisahkan jasad dengan ruh.
Analogi ini saya utarakan karena saking tidak bisa terlepasnya manusia dengan alam. Oleh karena itu, jika urang sunda mampu melestarikan dan menjaga tanahnya, berarti mereka telah melestarikan dan menjaga kehidupan dan hidupnya. Keakraban hubungan dengan alam ini pun mengindikasikan bahwa masyarakat sunda itu merupakan masyarakat yang beragama. Karena, tatakrama terhadap alam sekitar masih dijaganya sebagai salah satu perwujudan kearifannya.
Namun, apabila mereka tidak melestarikan bahkan merusaknya, itu sama saja dengan mengikis hidup dan keutuhan kehidupan urang sunda. Sehingga, masyarakat sunda akan terkesan sebagai masyarakat yang jauh dari nilai-nilai Ketuhanan yang selanjutnya menghilangkan nilai-budaya lokal.
Nah, maka dari itu, melestarikan tanah sunda berarti kita juga menjaga hubungan kita dengan Tuhan Yang Maha Esa. Tentu Tuhan akan senang apabila bumi atau alam raya ciptaan-Nya di rawat dan dilestarikan oleh manusia. Kendati tanah sunda hanya penggalan dari sub alam yang besar, tanah sunda juga merupakan anugrah yang tidak akan bisa dibeli dengan apapun dan oleh siapa pun. Maka, jika tanah ini telah rusak tidak akan ada lagi gantinya. Untuk itu, dari sekarang dan secara bersinergi, masyarakat sunda harus selalu berusaha merawat tanah kelahirannya ini.
Menjaga tetap hijau
Untuk menjaga tanahnya agar tetap subur, sekaligus sebagai realsiasi dari perintah Tuhan. Masyarakat yang mendiami tanah sunda, harus bisa mempertahankan agar tanah tercintanya itu, tetap hijau (baca: subur), tidak gersang. Untuk menjaga tanah agar tetap hijau, hal itu bisa dilakukan dengan cara bercocok tanam yakni mempertahankan lahan pesawahan, ladang atau tanah pertanian lainnya yang masih luas dan menghampar.
Masyarakat sunda yang mata pencahariannya sebagai petani masih banyak. Mereka bekerja hanya mengelola tanah dengan bercocok tanam, banyak ragam tanaman yang mereka tanam, salah satunya tanaman yang menjadi panganan pokok. Nah, jika lahan pertanian semakin menyempit, maka upaya mencari makanan pokok dari tanah sunda sendiri akan sulit. Padahal, salah satu ciri matapencaharian urang sunda adalah bertani atau mengelola tanah.
Banyak keuntungan bagi kehidupan dalam pengelolaan tanah, disamping untuk kelangsungan hidup pribadi, juga untuk kelangsungan masyarakat dan kelestarian alam sunda. Dengan bercocok tanam, alam akan kelihatan hijau dan terjaga dari kepunahannya. Untuk bercocok tanam, itu tidak dibatasi harus kalangan petani saja. Semua orang bisa. Bahkan harus bercocok tanam. Walaupun itu hanya menanam kembang atau membuat taman kecil dirumah. Hal ini baik untuk kelestarian alam sunda.
Di samping itu, agar tanah urang Sunda tidak terkesan semakin menyempit disamping kehijauannya. Mereka juga harus bisa menjaga dan jangan terlalu banyak mendirikan bangunan sembarangan, tanpa adanya tata kota yang teratur.
Memasuki era modern, hasrat manusia untuk bermegah dan menghiasi kehidupan dengan bangunan besar dan mewah, memang tidak bisa dihentikan, termasuk untuk urang Sunda. Namun, tetap saja harus diingat dan diperhatikan, bahwa manusia itu sangat membutuhkan alam yang hijau dengan kesuburannya. Apalah arti bangunan-bangunan megah, jika alam sebagai central pondasi paku buminya tidak bersahabat. Artinya, tanah bisa menjadi rapuh jika tidak ada tumbuhan yang "hidup di atasnya".
Selain itu, banyaknya bangunan besar dengan tumbuhan yang langka, akan menimbulkan ketidak nyamanan populasi atau ekologis. Contoh konkretnya yaitu, suasana tidak nyaman atau terasa gerah. Bukannya tidak boleh mendirikan bangunan, akan tetapi keteraturan pendirian bangunan harus dijaga. Dan yang terpenting jangan sampai mengikis tanah sunda yang hijau nan subur ini.
Dengan demikian, menjaga atau melestarikan tanah sunda, disamping sebagai kewajiban urang Sunda atas hubungannya dengan Tuhan. Juga yang pasti, melestarikan tanahnya berarti menjaga kehidupannya dari kepunahan atau setidaknya dari ketidak nyamanan hidup. Bukankah tanah sunda itu nyaman untuk dihuni oleh manusia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar