“Mak, usia Sem sudah twentyone, mau mengarungi dunia kasih dulu” itu aku bicara pada emak“Jig, sing kenging nu beunghar!” emak matrealistis juga
“Yes, mak. Sem pergi dulu”
“Jig, sing Samalet, eh salamet” emak
“Mak, Tong ceurik, Salam ka bapak, Assalamu’alaikum’”
Sebagai anak lelaki pertama emak. Aku selalu berusaha mengimplementasi harapannya mendapatkan wanita beunghar. Garut sudah habis kusebrangi , kudaki, dan kukelilingi. Tak ada wanita yang cocok untukku. Dari 50,35 cewek yang aku tembak—ajak jadi pacar—yang kena hanya berkisar 2,5%. Ironis. Bukanya wanita itu gak mau padaku. Tapi, semua orang gak mau wanita itu jadi pacarku. Jangankan kamu aku juga gak ngerti?Sebeleum tahun masehi, Garut, tepatnya daerah Cibiuk hampir disinyalir akan tenggelam oleh air mata para gadisnya. Kehilangan keperawanankah? Hampir, namun jawabannya kurang tepat. Karena gak ada bukti nuduh aku gitu-gitu-an. Kesedihan ditinggalkan kekasih, kira-kira itu jawabanya. Yah, dengan terpaksa aku harus meninggalkan semua gadisku, dari balita sampai manula (manusia lanjuta usia—aki-aki dan nini-nini). Dalam pencarian wanita beunghar, aku tidak pandang bulu. Dari yang berbulu sampai tidak, dari yang kriting sampai yang dirimboding. Dan dari yang pirang sampai yang hitam berkilau—penteen.
Ketidak pandang buluku tiada lain demi mewujudkan kesetaraan sosial. Kan, kalau hanya gadis belasan kurang adil. Bagaimana nasib mereka yang janda, yatim piatu. Kendati jadi yatimnya sudah usia 70-an. Disinilah mesti ditegakkan kepedulian sosial.
Awal memasuki tahun masehi—sebelum fir’aun lelengohan—aku memasuki kawasan Bandung. Disana, aku mulai berpetualang mencari cinta. Cinta dari kaum hawa yang cantik, baik hati juga tidak sombong. Satu lagi, suka minum susu. Mengarungi sungai kasih di Bandung. Hanya, sekitar 6,7 tahun. Massa yang terlalu lama. Nasib ku, di Bandung tak seindah di Garut. Di Bandung banyak wanita beunghar, cantik berpendidikan. Tapi sayang, mereka banyak yang brengsek. Coba bayangin, baru aja aku pacaran satu hari. Ehh, si dia mau dicium? jahat gak cewek itu? Main kasih pipi aja ama anak orang. Ya Tuhan ampuni mereka.
Berhubung aku lelaki kuat iman. Ribuan pipi, bibir, mata, telinga semua aku hiraukan. Aku gak ingin merampas harta wanita. Hanya satu harapanku. Para gadis itu mau memberi anu…nya. Hatinya agar mencintaiku lebih baik dari emak. Bukan sekedar ngasih tubuh yang gak penting. Tapi, kasing sayang.
Sekitar 70 wanita ku kantongi di kota kembang ini. Namun, gak ada wanita yang lebih baik dari emak. Aku menyesal pada diriku. Tidak bisa memenuhi harapan emak mendapatkan wanita beunghar. Semenjak itu kuputuskan pulang kampung. Menemui emak dan menyampaikan kabar buruk ini.
Setelah aku sampai dirumah. Sepertianya emakku berubah menjadi muda lagi. Bahkan, lebih muda dariku.
“mak, ni Sem. Anakmu. Wah emak cantik juga sekarang?” aneh emak kok diam aja, apa dia…..
“EMAKKKKK!!!!.....” aku teriak
“SEMMMM… PLAK..PLAK”emak menjerit dan mukul aku dengan sapu lidi segede pohon kelapa jaman purba.
“Gandeng, emak ge teu budge, ni gogorowokan” ema marah nie
“Emak ie saha?” aku
“Aisya, mahasiswa Jerman” emak
“Naha tidak pakai cadar? Kaya, ninja gitu” aku lagi
“teuing ah… ngelekeb meurreun.”
Setelah itu, diperkenalkan aku dengan Aisya tak bercadar. Satu hari kamu ta’aruf. Dalam sehari aku kenal siapa dia, seluruhnya aku tahu, isi dan luarnya aku tahu. Besoknya kami dikawinkan. Kendati sedikit memaksa Aisya, karena ia masih 20-an. Katanya dijerman kurang pas, nikah usia segitu. Satu bulan kemudian, aku menikah lagi dengan Maria Muslimah anak sungai NIL dari Mesir.
Setelah aku dipenjara. Karena dituduh mencabuli kambing perawan. Aku dipaksa nikah dengan kambing katanya sebagai pertanggung jawaban. Aisya setuju, Maria juga setuju. Tapi, emak enggak. Bahkan kambing yang terfitnah itu. Di beli emak. Kemudian disembelih dan dimakan, sisanya kira-kira 20 kg-an dibagikan keorang-orang miskin.
Emak menyelamatkan hidupku. Sedangkan kedua istriku hampir menjerumuskan. Memang di dunia ini gak ada wanita yang lebih baik dari emak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar