"Terimakasih Atas Kunjungannya, Semoga Anda Banyak Rezeki, Banyak Anak, Dan Masuk Surga. SALAM CINTA"

Cerita Cinta Udin

Cerpen DASAM SYAMSUDIN



Orang gila, pikir Jumril, saat menyimak mulut Udin terus nyerocos membicarakan Veta, gadis pujaan hatinya. Teman-teman Udin terpaksa harus mendengar ceritanya, tidak ada celah untuk lari meninggalkan Udin bercerita, mereka semua di dalam angkot. Udin dan Teman-temannya dalam perjalanan pulang, menuju Kampus UIN SGD Bandung. Mereka anggota organisasi kampus Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat UIN SGD Bandung.

Sambil memperhatikan kota Bandung yang diselimuti kegelapan malam, dan kerlap-kerlip cahaya yang disemburkan berbagai lampu yang tergantung di rumah-rumah dan bangunan. Udin terus menceritakan kebahagiannya bertemu Veta saat menghadiri Musyawarah Cabang IMM Kota Bandung. Sembari menjulurkan tangan kirinya melalui celah jendela angkot yang tidak berkaca, seolah akan meraup angin malam, Udin berkata, “Aku tadi senang banget bertemu Veta. Dia memperhatikan kehadiranku. Veta menyuruhku memikul satu kardus akua gelas. Oh, senangnya…”

Ketika mendengar Udin bercerita, orang-orang di dalam angkot ada yang tertawa terbahak-bahak, ada yang hanya mengembangkan senyum, ada yang terus mengomentari cerita Udin dengan cacian, biasanya Jumril, ada juga yang tidak peduli dengan cerita Udin, biasanya Riko dan Intan. Mereka berdua sibuk pacaran. Oh, iya, ada juga yang tidak tahu sama sekali cerita Udin, dia Rovi. Di pojok angkot Rovi duduk bersandar ke dinding angkot. Sambil ngorok.

Angkot terus melaju menembus angin malam, menyelusup menabraki kabut-kabut yang beterbangan di depan bempernya. Gedung-gedung tinggi di tepi jalan raya Soeakarno Hatta seakan bergarak meninggalkan angkot yang ditumpangi Udin dan teman-temannya kala roda angkot terus berputar melaju. Udin menunjuk-nunjuk baligo besar yang berisi slogan, “AQUA, MINUMAN KELUARGA INDONESIA”. Udin terus memperhatikan baligo itu, senyummerekah dari bibir seksinya, lalu sabda keluar dari mulutnya. Jumril tahu apa yang akan diceritakan Udin. Cerita yang menjenuhkan, pikir Jumril.

“Eh, kalian tadi lihat aku, kan?Saat aku dan Veta menyajikan air mineral dalam gelas plastik bermerk Al-Ma’soem. Romantis, ya? Bayangkan saja, aku yang megang bakinya dan Veta membagikan airnya pada peserta Musycab. Kalian tahu? Veta yang menyuruhku megang bakinya. Veta… Veta… kau ini, suka sama aku tapi masih malu mengatakannya. Dasar wanita!” mendengar ocehan Udin, semua orang di dalam angkot tidak ada yang merespon, mereka hanya menggelengkan kepala. Makusdnya, mereka bosan dengan ocehan Udin. Hanya supir angkot yang menanggapi cerita Jumril, sambil lihat Jumril di cermin depan, supir angkot itu berkata,

“Bocah Gendeng” Fuih… asap mengepul dari mulut supir angkot itu.

“Udah! Din, ocehan loe itu garing…” Jumril ngomentari Udin.

“Betul” orang-orang di dalam angkot mendukung Jumril.

Udin tidak mempedulikan tanggapan teman-temannya. Dia terus memperhatikan permukaan aspal jalan raya yang seakan-akan mengalir bagaikan sungai. Sambil tersenyum Udin membalas atanggapan teman-temannya. “Dasar! Anak-anak Jomblo…”
Mendengar ucapan Udin, supir angkot melihat wajah Udin di cermin depan. Sepertinya supir angkot itu bujangan tua.
***

Kipas angin berputar-putar payah, seolah lelah mengipasi immawan—anggota IMM berjenis kelamin pria—yang merebahkan tubuhnya di bawah kipas angin di atas karpet hitam dan kucel yang menghampar. Nyaris semua immawan merasa letih dan ngantuk. Mungkin karena jauhnya perjalanan atau karena jauhnya mengantar teman-teman immawati—anggota IMM berjenis kelamin wanita—kekostannya masing-masing. Semua orang di dalam Sekretariat IMM melepas kelelahannya dan berusaha mengatus nafasnya kembali, menormalkan degup jantungnya. Nah, berbeda dengan Udin, dia tidak melakukan sepertia apa yang dilakukan temannya. Udin duduk bersandar ke dinding sambil memperhatikan kipas yang berputar-putar di atap. Jemarinya sangat terampil memutar-mutar sebatang rokok Djarum Super yang disulut. Setelah semua asap rokok disemburkan keruangan berkipas angin itu, Udin kembali bercerita tentang pertemuannya dengan Veta.

“Friends, kalian tahu, tidak? Veta itu… “

Belum sempat Udin menyelesaikan pembicaraannya. Jumril melempar wajah Udin dengan sebongkah bantal. Bongkahan bantal itu disusul desingan lemparan puluhan benda-benda keras lain. Udin dilempari oleh teman-temannya dengan sepatu, sandal, bantal, guling, kasur, dan tape recorder. Semua benda itu menghujam wajah Udin. Udin pun pingsan. Bongkahan benjol bermunculan di wajahnya. Sehingga tampak bukit-bukit benjol di wajah Udin. Udin tubuhnya tumbang terkulai tak berdaya, lidahnya menjulur keluar, kipas angin terus meniupinya.
“Sekali-kali mulut si Udin itu harus dibungkam” kata Cepi.
***

Rumput hijau menghampar di kolong langit bagaikan karpet yang membentang luas tak berujung. Awan gemawan berduyun-duyun menyatu padu membentuk dekorasi yang menarik dengan benjolan-benjolannya yang lembut laksana kapas. Semilir angin laut menyapu kabut-kabut di udara mencerahkan langit yang biru bercahaya. Dedaunan yang bergelayutan di pepohonan cemara saling beradu di tarik-tarik angin, gemuruhnya bagaikan suara sorak sorai tepuk tangan dari ribuan penonton sepak bola di stadium Jalak Harupat Bandung. Gemericik aliran sungai membentuk gelombang kecil, memantulkan sinar matahari yang bersinar bagaikan batu permata Jabarjud, deburan kecil airnya yang membentur bebatuan bagaikan bunyi degup jantung kehidupan. Beburung yang beterbangan dan yang bertengger di atas pepohonan pun menjerit-jeritkan kicauannya mengharmoniskan nyanyian alam yang indah. Di antara harmonisasi perpaduan alam yang sempurna itu, ada dua insan yang tertawa ria. Mereka berlari-lari saling mengejar, menari-nari dengan kaki telanjangnya, dan berteriak-teriak tentang kebahagiaan. Dua insan itu adalah Udin dan Veta.

Udin berlari-lari kecil mengejar Veta, menangkapnya, lalu memeluknya erat dan berputar-putar, sampai-sampai pandangan mereka menganggap bahwa alam sedang berputar menari-nari mengelilinginya. Udin berputar terlalu kencang sampai genggaman tangan yang memeluk erat tubuh Veta terlepas, mereka pun berguling-guling. Tawa bahagia kehidupan telah mengingat mereka. Udin kembali mengejar Veta, kali ini Veta terbang, tanganya direntangkan seakan hendak meraup angin. Udin di bawah tidak bisa melakukan apa-apa. Ia tidak bisa terbang. Veta terbang semakin jauh. Pandangan Udin mulai berkunang, samar-samar ia melihat lambaian tangan Veta seperti seseorang yang akan pergi jauh. Udin hanya bisa menatap Veta yang terbang semakin jauh, sampai akhirnya tidak ada lagi sosok gadis pujaan hatinya itu. Udin kebingungan, kakinya dikayuh, ia lari-lari kecil tak tentu arah, pandangannya terus mengitari langit dari Selatan sampai Utara. Namun Veta tidak kembali lagi, Udin mulai khawatir. Ia pun menjerit-jerit berteriak menyebut nama Veta.

“Veeee…..ttttaaaaaaa…….!!!!!!!”

“BYUR!!!!....” Seember air menghantam wajah Udin.

Udin kaget, jantungnya hampir copot. Di depannya berdiri sesosok laki-laki yang agak gemuk sedang tertawa terbahak-bahak sambil memegang ember merah yang masih meneteskan air. Dia Jumril. Di belakang Jumril beberapa temannya sedang tertawa terpingkal-pingkal.
“Kaum mimpi buruk, Din? Sudah pukul enam pagi. Kau belum shalat subuh”
Udin menghela nafas panjang. Lalu menatap keempat sahabatnya dengan tatapan benci dan penuh dendam. Tapi iajuga tidak begitu meperdulikan mereka.
Setelah shalat subuh, Udin meminjam handphone pada Ibeng. Ideng orang yang lumayan baik, ia pun memberinya. Dengan ekspresi wajah yang masih penuh kekagetan dan penuh kekesalan pada sahabat-sahabatnya, jumril mencet-mencet tombol HP dengan cermat. Beberapa detik kemudian suara seorang gadis berbisik di telinga Udin.

“Siapa ini?....”

“Udin”

“Ada apa, Din?”

“Gak ada… Cuma mau naya kabar kamu aja?...”

“Kabar?...”

“Iya…”

“Aku baik-baik aja, al-hamdulillah. Emangnya ada apa?”

“Gak ada apa-apa. Udah dulu ya, assalamu’alaikum…”

“wa’alaikumsalam”

Setelah memberikan HP pada Ibeng. Udin merebahkan dirinya di atas kasur tipis dan lusuh lalau menyelimuti dirinya. Sembari merekahkan senyumnya ia berkata pelan, “Oh, Veta….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...